Selasa, 25 Januari 2011

Batik

Pengertian Batik
Secara etimologi kata ambatik berasal dari kata tik yang berarti kecil/titik dapat diartikan menulis atau menggambar serba rumit (kecil-kecil). Batik sama artinya dengan menulis. Tetapi batik secara umum memiliki arti khusus yaitu melukis pada kain mempergunakan lilin (malam) dengan mempergunakan canting).
Yang dimaksud dengan teknik membuat batik adalah proses pekerjaan dari tahap persiapan kain sampai menjadi kain batik. Pekerjaan persiapan meliputi segala pekerjaan pada kain mori hingga siap dibuat batik seperti nggirah/ngetel (mencuci), nganji (menganji), ngemplong (seterika), kalendering. Sedangkan proses membuat batik meliputi pekerjaan pembuatan batik yang sebenarnya terdiri dari pembuatan motif, pelekatan lilin batik pada kain sesuai motif,, pewarnaan batik (celup, colet, lukis /painting, printing), yang terakhir adalah penghilangan lilin dari kain . Teknologi pembuatan batik di Indonesia pada prinsipnya berdasarkan Resist Dyes Technique (Teknik celup rintang) dimana pembuatannya semula dikerjakan dengan cara ikat – celup motif yang sangat sederhana, kemudian menggunakan zat perintang warna. Pada mulanya sebagai zat perintang digunakan bubur ketan, kemudian diketemukan zat perintang dari malam(lilin) dan digunakan sampai sekarang
Untuk membuat motif batik umumnya dilakukan dengan cara tulis tangan dengan canting tulis (batik tulis atau batik painting), menggunakan cap dari tembaga disebut (batik cap), dengan jalan dibuat motif pada mesin printing (batik printing), dengan cara dibordir disebut batik bordir, serta dibuat dengan kombinasi kombinasi cara-cara yang telah disebutkan.
Di pasaran kain batik dibedakan menjadi 2 jenis berdasarkan cara pembuatan motif batiknya. Yang pertama adalah Kain batik yaitu kain yang motifnya bercorak batik yang dibuat/digambar dengan cara pelekatan lilin (malam). Sedangkan kain bermotif batik adalah kain yang bermotif/bercorak batik tetapi motifnya tidak digambar melalui pelekatan lilin batik, biasanya dengan mesin printing tekstil, bodrir dan ataupun ornamen batik tanpa melalui pelekatan lilin.
Sejarah Batik di Indonesia
Sejarah pembatikan di Indonesia berkait erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerjaan Solo dan Yogyakarta.

Jadi kesenian batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerjaan Majapahit dan terus berkembang kepada kerajaan dan raja-raja berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah perang dunia kesatu habis atau sekitar tahun 1920. Adapun kaitan dengan penyebaran ajaran Islam. Banyak daerah-daerah pusat perbatikan di Jawa adalah daerah-daerah santri dan kemudian Batik menjadi alat perjaungan ekonomi oleh tokoh-tokoh pedangan Muslim melawan perekonomian Belanda.

Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluaga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.

Lama-lama kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga kraton, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria. Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri.

Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai tediri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari: pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanahlumpur.

Jaman MajapahitBatik yang telah menjadi kebudayaan di kerajaan Majahit, pat ditelusuri di daerah Mojokerto dan Tulung Agung. Mojoketo adalah daerah yang erat hubungannya dengan kerajaan Majapahit semasa dahulu dan asal nama Majokerto ada hubungannya dengan Majapahit. Kaitannya dengan perkembangan batik asal Majapahit berkembang di Tulung Agung adalah riwayat perkembangan pembatikan didaerah ini, dapat digali dari peninggalan di zaman kerajaan Majapahit. Pada waktu itu daerah Tulungagung yang sebagian terdiri dari rawa-rawa dalam sejarah terkenal dengan nama daerah Bonorowo, yang pada saat bekembangnya Majapahit daerah itu dikuasai oleh seorang yang benama Adipati Kalang, dan tidak mau tunduk kepada kerajaan Majapahit.

Diceritakan bahwa dalam aksi polisionil yang dilancarkan oleh Majapahati, Adipati Kalang tewas dalam pertempuran yang konon dikabarkan disekitar desa yang sekarang bernama Kalangbret. Demikianlah maka petugas-petugas tentara dan keluara kerajaan Majapahit yang menetap dan tinggal diwilayah Bonorowo atau yang sekarang bernama Tulungagung antara lain juga membawa kesenian membuat batik asli.
• Sejarah Batik Pekalongan
Meskipun tidak ada catatan resmi kapan batik mulai dikenal di Pekalongan, namun menurut perkiraan batik sudah ada di Pekalongan sekitar tahun 1800. Bahkan menurut data yang tercatat di Deperindag, motif batik itu ada yang dibuat 1802, seperti motif pohon kecil berupa bahan baju.

Namun perkembangan yang signifikan diperkirakan terjadi setelah perang besar pada tahun 1825-1830 di kerajaan Mataram yang sering disebut dengan perang Diponegoro atau perang Jawa. Dengan terjadinya peperangan ini mendesak keluarga kraton serta para pengikutnya banyak yang meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah Timur dan Barat. Kemudian di daerah - daerah baru itu para keluarga dan pengikutnya mengembangkan batik.

Ke timur batik Solo dan Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto serta Tulungagung hingga menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura. Sedang ke arah Barat batik berkembang di Banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon dan Pekalongan. Dengan adanya migrasi ini, maka batik Pekalongan yang telah ada sebelumnya semakin berkembang.

Seiring berjalannya waktu, Batik Pekalongan mengalami perkembangan pesat dibandingkan dengan daerah lain. Di daerah ini batik berkembang di sekitar daerah pantai, yaitu di daerah Pekalongan kota dan daerah Buaran, Pekajangan serta Wonopringgo.
• Batik Pekalongan, antara Masa Lampau dan Kini
Batik pekalongan menjadi sangat khas karena bertopang sepenuhnya pada ratusan pengusaha kecil, bukan pada segelintir pengusaha bermodal besar. Sejak berpuluh tahun lampau hingga sekarang, sebagian besar proses produksi batik pekalongan dikerjakan di rumah-rumah.

Akibatnya, batik pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat Pekalongan yang kini terbagi dalam dua wilayah administratif, yakni Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Batik pekalongan adalah napas kehidupan sehari-sehari warga Pekalongan. Ia menghidupi dan dihidupi warga Pekalongan.

Meskipun demikian, sama dengan usaha kecil dan menengah lainnya di Indonesia, usaha batik pekalongan kini tengah menghadapi masa transisi. Perkembangan dunia yang semakin kompleks dan munculnya negara pesaing baru, seperti Vietnam, menantang industri batik pekalongan untuk segera mentransformasikan dirinya ke arah yang lebih modern.

Gagal melewati masa transisi ini, batik pekalongan mungkin hanya akan dikenang generasi mendatang lewat buku sejarah.

Ketika itu, pola kerja tukang batik masih sangat dipengaruhi siklus pertanian. Saat berlangsung masa tanam atau masa panen padi, mereka sepenuhnya bekerja di sawah. Namun, di antara masa tanam dan masa panen, mereka bekerja sepenuhnya sebagai tukang batik.

Zaman telah berubah. Pekerja batik di Pekalongan kini tidak lagi didominasi petani. Mereka kebanyakan berasal dari kalangan muda setempat yang ingin mencari nafkah. Hidup mereka mungkin sepenuhnya bergantung pada pekerjaan membatik.

Apa yang dihadapi industri batik pekalongan saat ini mungkin adalah sama dengan persoalan yang dihadapi industri lainnya di Indonesia, terutama yang berbasis pada pengusaha kecil dan menengah.

Persoalan itu, antara lain, berupa menurunnya daya saing yang ditunjukkan dengan harga jual produk yang lebih tinggi dibanding harga jual produk sejenis yang dihasilkan negara lain. Padahal, kualitas produk yang dihasikan negara pesaing lebih baik dibanding produk pengusaha Indonesia.

Penyebab persoalan ini bermacam-macam, mulai dari rendahnya produktivitas dan keterampilan pekerja, kurangnya inisiatif pengusaha untuk melakukan inovasi produk, hingga usangnya peralatan mesin pendukung proses produksi.
• Perkembangan Batik di Indonesia
Sejarah pembatikan di Indonesia berkaitan dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan kerajaan sesudahnya. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerajaan Solo dan Yogyakarta.

Kesenian batik merupakan kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.

Dalam perkembangannya lambat laun kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga istana, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria.
• Perkembangan Batik di Daerah
1. Banyumas
Perkembangan batik di Banyumas berpusat di daerah Sokaraja dibawa oleh pengikut-pengikut Pangeran Diponegero setelah selesa-inya peperangan tahun 1830, mereka kebanyakan menet-ap didaerah Banyumas. Pengikutnya yang terkenal waktu itu ialah Najendra dan dialah mengembangkan batik celup di Sokaraja. Bahan mori yang dipakai hasil tenunan sendiri dan obat pewama dipakai pohon tom, pohon pace dan mengkudu yang memberi warna merah kesemuan kuning.

Lama kelamaan pembatikan menjalar pada rakyat Sokaraja dan pada akhir abad ke-XIX berhubungan langsung dengan pembatik didaerah Solo dan Ponorogo. Daerah pembatikan di Banyumas sudah dikenal sejak dahulu dengan motif dan wama khususnya dan sekarang dinamakan batik Banyumas. Setelah perang dunia kesatu pembatikan mulai pula dikerjakan oleh Cina disamping mereka dagang bahan batik.
2. Ciamis
Pembatikan dikenal di Ciamis sekitar abad ke-XIX setelah selesainya peperangan Diponegoro, dimana pengikut-pengikut Diponegoro banyak yang meninggalkan Yogyakarta, menuju ke selatan. Sebagian ada yang menetap didaerah Banyumas dan sebagian ada yang meneruskan perjalanan ke selatan dan menetap di Ciamis dan Tasikmalaya sekarang. Mereka ini merantau dengan keluargany a dan ditempat baru menetap menjadi penduduk dan melanjutkan tata cara hidup dan pekerjaannya. Sebagian dari mereka ada yang ahli dalam pembatikan sebagai pekerjaan kerajinan rumah tangga bagi kaum wanita. Lama kelamaan pekerjaan ini bisa berkembang pada penduduk sekitarnya akibat adanya pergaulan sehari-hari atau hubungan keluarga. Bahan-bahan yang dipakai untuk kainnya hasil tenunan sendiri dan bahan catnya dibuat dari pohon seperti: mengkudu, pohon tom, dan sebagainya.
3. Pembatikan di Jakarta
Pembatikan di Jakarta dikenal dan berkembangnya bersamaan dengan daerah-daerah pembatikan lainnya yaitu kira-kira akhir abad ke-XIX. Pembatikan ini dibawa oleh pendatang-pendatang dari Jawa Tengah dan mereka bertempat tinggal kebanyakan didaerah-daerah pembatikan. Daerah pembatikan yang dikenal di Jakarta tersebar didekat Tanah Abang yaitu: Karet, Bendungan Ilir dan Udik, Kebayoran Lama, dan daerah Mampang Prapatan serta Tebet.

Jakarta sejak zaman sebelum perang dunia kesatu telah menjadi pusat perdagangan antar daerah Indonesia dengan pelabuhannya Pasar Ikan sekarang. Setelah perang dunia kesatu selesai, dimana proses pembatikan cap mulai dikenal, produksi batik meningkat dan pedagang-pedagang batik mencari daerah pemasaran baru. Daerah pasaran untuk tekstil dan batik di Jakarta yang terkenal ialah: Tanah Abang, Jatinegara dan Jakarta Kota, yang terbesar ialah Pasar Tanah Abang sejak dari dahulu sampai sekarang. Batik-batik produksi daerah Solo, Yogya, Banyumas, Ponorogo, Tulungagung, Pekalongan, Tasikmalaya, Ciamis dan Cirebon serta lain-lain daerah, bertemu di Pasar Tanah Abang dan dari sini baru dikirim kedaerah-daerah diluar Jawa. Pedagang-pedagang batik yang banyak ialah bangsa Cina dan Arab, bangsa Indonesia sedikit dan kecil.
4. Pembatikan di Luar Jawa
Dari Jakarta, yang menjadi tujuan pedagang-pedagang di luar Jawa, maka batik kemudian berkembang di seluruh penjuru kota-kota besar di Indonesia yang ada di luar Jawa, daerah Sumatera Barat misalnya, khususnya daerah Padang, adalah daerah yang jauh dari pusat pembatikan dikota-kota Jawa, tetapi pembatikan bisa berkembang didaerah ini.

Sumatera Barat termasuk daerah konsumen batik sejak zaman sebelum perang dunia kesatu, terutama batik-batik produksi Pekalongan (saaingnya) dan Solo serta Yogya. Di Sumatera Barat yang berkembang terlebih dahulu adalah industri tenun tangan yang terkenal “tenun Silungkang” dan “tenun plekat”. Pembatikan mulai berkembang di Padang setelah pendudukan Jepang, dimana sejak putusnya hubungan antara Sumatera dengan Jawa waktu pendudukan Jepang, maka persediaan-persediaan batik yang ada pada pedagang-pedagang batik sudah habis dan konsumen perlu batik untuk pakaian sehari-hari mereka. Ditambah lagi setelah kemerdekaan Indonesia, dimana hubungan antara kedua pulau bertambah sukar, akibat blokade-blokade Belanda, maka pedagang-pedagang batik yang biasa hubungan dengan pulau Jawa mencari jalan untuk membuat batik sendiri.
Batik Pembangunan Di Kota Lain
Setelah perang di 1830, dari sahabat-sahabatnya Dipenogoro disajikan batik di Sokaraja-pusat batik di Banyumas dan tempat Najendra, salah satu Diponegoro kompanyon ditingkatkan dip batik-yang tak dikelantang polos kain tenun yang digunakan adalah produk diri dan pewarna yang digunakan adalah pohon tom , kecepatan dan bengkudu pohon pohon di mana mereka memberi warna merah dan kuning. Dari waktu ke waktu, Batik produksi telah dikembangkan di Sokaraja. Pada akhir abad 19., Mereka langsung melakukan kerjasama dengan batik maker dari Solo dan Ponorogo. Batik produksi daerah yang ditempatkan di Banyumas sudah dikenal sejak beberapa tahun lalu. Itu karena desain dan warna tertentu. Panggilan ke hari orang-orang di Batik Banyumas. Setelah Perang Dunia I, Cina tidak hanya menjadi pedagang batik tetapi juga bahan batik pedagang.
Demikian pula produksi batik di Pekalongan, ini menyebar ke wilayah lain: Buaran, dan Kedungwuni, Wiradesa, dll Batik produksi daerah-daerah yang tidak terlalu lama dari yang di kota-kota lain. It was about 19. Abad. Sementara itu, Yogyakarta dan Solo batik dan pembangunan daerah lainnya yang dekat hubungannya dengan sejarah perkembangan kerajaan Yogya dan Solo.
Setelah akhir Diponegoro melawan, keluarga kerajaan pada pindah dari Yogya - karena mereka tidak mau bekerja sama dengan kolonial Belanda dan batik telah menjadi terkenal dan kemudian menjadi mata pencaharian. Di daerah baru ini, desain telah disesuaikan dengan lingkungan sekitarnya.
Dengan mempertimbangkan proses-nya dan desain, batik Pekalongan itu sepenuhnya dipengaruhi oleh batik dari Demak. Pada awal abad ke-20, yang populer adalah batik proses handwritten batik. Tak dikelantang polos kain yang dibuat dari kedua produk domestik dan impor. Setelah Perang Dunia I, batik cap dan penggunaan obat-asing yang terbuat dari Jerman dan Inggris-baru saja dikenal.
Pada awal abad ke-20, yang menenun, yang menghasilkan benang ikat pinggang yang twined dengan cara yang mudah, yang ditemukan di Pekajangan untuk pertama kalinya. Beberapa tahun kemudian, batik baru saja dikenal. Ia diproses oleh karyawan yang bekerja di sektor menenun. Batik terus berkembang lebih cepat dari tenun ikat pinggang. Selain itu, sebagian besar karyawan pabrik gula di Wonopringgo dan Tirto pernah dipindahkan pada perusahaan batik karena gaji tinggi.
Pada akhir abad 19., Batik dikenal di Tegal. Bahan-bahan yang digunakan adalah produk dalam negeri yang diambil dari berbagai tanaman: bengkudu, nila, soga pohon. Untuk menenun, produk itu sendiri. Untuk pertama kalinya, warna Tegal adalah batik sogan dan babaran abu-abu. Kemudian, ia menambahkan dalam nila (indigo) dan merah-biru. Dalam periode ini, Tegal batik disalurkan luar seperti Jawa Barat. Pedagang yang dibeli di kaki. Secara historis, itu mereka yang hadir batik di Tasik dan Ciamis. Selain itu, baru lainnya comers dari Jawa Tengah telah berpartisipasi dalam mengembangkan batik di daerah ini.
Pada awal abad ke-20, setelah Perang Dunia I, impor tak dikelantang polos kain dan impor obat baru saja dikenal. Sebagian besar pengusaha batik Tegal telah kehabisan modal. Mereka mengambil dasar komoditas dari Pekalongan pada kredit. Dan mereka yang dijual ke Cina yang memberikan kredit mereka. Ketika terjadi krisis ekonomi, yang dijual adalah batik dari Tegal perlambatan bawah. Dari 1934 ia kembali ke awal Perang Dunia II. Ketika Jepang menduduki di Indonesia, batik menjadi lambat lagi.
Demikian pula di Purworejo. Ini terjadi pada waktu yang sama dengan batik di Kebumen. Keduanya berasal dari Yogyakarta sekitar abad 21th. Batik pembangunan di Purwerojo itu lebih cepat dari yang di Kebumen. Sedangkan untuk produksinya, ia produk yang sama seperti Yogyakarta dan Banyumas.
Dalam Bayat, desa yang terletak di kaki Gunung Merapi, sekitar 21 km di sebelah timur dari Klaten, batik telah dikenal dalam waktu yang lama yang lalu. Sesungguhnya sejarahnya memiliki hubungan erat dengan istana Surakarta. Di Kebumen, batik telah ada sekitar abad 19.. Itu disampaikan oleh Jogja pengunjung dalam kasus menyebarkan Islam. Sumur-figur yang Penghulu, pemimpin Islam, Nusjav. Ia orang yang mengembangkan batik di Kebumen dan menetap pertama terletak di sebelah timur dari Sungai Lukolo. Nya warisan adalah sebuah masjid. Proses batik pertama di kota ini disebut "Teng abang atau Blambangan".
Akhirnya, proses terakhir dilakukan di Banyumas atau Solo. Berkaitan dengan pola, ia menggunakan kunyit yang cap yang terbuat dari kayu. Sementara itu pola dan pohon jenis burung. Bahan lainnya yang digunakan adalah bengkudu pohon, kemudu dan nila tom.
Penggunaan obat-obatan impor telah dikenal sekitar 1920. Itu disampaikan oleh BRI karyawan. Untuk mengurangi biaya waktu, akhirnya dia meninggalkan produk itu sendiri. Penggunaan cap sudah dikenal pada tahun 1930 yang disajikan oleh Purnomo dari Yogyakarta. Batik daerah di Kebumen yang Watugarut, dll Tanurekso
Oleh saat ini tentang warisan sejarah dan yang terakhir, mungkin akan mempertimbangkan bahwa batik telah dikenal sejak masa Tarumanegara di Tasikmalaya. Salah satunya adalah pohon Tarum. Ia menjabat sebagai proses batik. Desa untuk tetap membuat batik ini adalah Wurug, Sukapura, Mangunraja, Maronjaya dan Tasikmalaya kota. Untuk waktu yang lama yang lalu, yang paling ramai adalah tempat Sukapura dan Indihiang-desa yang terletak di perbatasan Tasikmalaya-kota dan 19. Dalam 18. Abad, perang dari kerajaan Jawa Tengah terjadi. Ia memimpin sebagian besar penduduk di Tegal, Pekalongan, Banyumas dan Kudus pengunjung ke wilayah barat dan tinggal di Ciamis dan Tasik. Kebanyakan dari mereka adalah pengusaha batik dan mereka berlari perdagangan batik di sana. Oleh karena itu, ia dikenal dengan produksi batik Soga yang berasal dari Jawa Tengah. Peristiwa batik produksi batik di Tasikmalaya adalah kombinasi dari Pekalongan, Tegal, Banyumas dan Kudus. Ia berbagai desain dan warna.
Di Ciamis, batik sudah dikenal di abad 19., Setelah Perang Diponegoro. Itu karena peran Diponegoro sekandang. Mereka telah disajikan dan dibuat sebagai mata pencaharian. Materi yang digunakan untuk kain tenun itu sendiri. Untuk lukisan, ia dibuat dari pohon seperti bengkudu dan pohon tom. Untuk pola, hal ini merupakan kombinasi dari batik Jawa Tengah dan produk lokal terutama garutan pola dan warna. Hingga abad ke-20, produksi batik di Ciamis telah berkembang langkah demi langkah diri dari permintaan untuk pasar distribusi.
Di Cirebon, asal batik berasal dari Kanoman, Kasepuhan, dan Keprabonan. Ia cerita yang sama seperti Batik Yogyakarta dan Solo. Namun, dengan fitur khusus yang flora dan fauna gambar. Ada juga pantai pola pikiran dipengaruhi oleh Cina dan Garuda burung, dipengaruhi oleh batik Yogya dan Solo.
Seperti daerah lain, di Jakarta, batik sudah dikenal di abad 19., Jawa Tengah yang disajikan oleh pengunjung. Batik daerah yang beredar di Jakarta adalah Karet, bendungan Ilir dan Udik, Kebayoran lama, Mampang Prapatan serta Tebet. Sebelum Perang Dunia I, Jakarta, khususnya pasar ikan Harbor, interregional telah menjadi pusat perbelanjaan di Indonesia. Setelah Perang Dunia I, ketika cap batik yang telah dikenal, produksi batik meningkat dan pedagang batik mencari daerah yang baru sedangkan yang tekstil dan batik di Jakarta adalah kawasan Tanah Abang (yang paling terkenal dari orang lain), Jatinegara dan Jakarta Kota. Batik produksi lokal dari Solo, Yogya, Banyumas, Ponorogo, Tulungagung, Pekalongan, Tasikmalaya, Ciamis dan Cirebon berkumpul di Tanah abang dan telah dikirim ke daerah lain dari Jawa. Dibandingkan dengan Cina dan Arab pedagang batik, Indonesia lebih kecil dari yang lain. Berdasarkan fakta ini, mereka memiliki inisiatif untuk mendirikan perusahaan batik di Tanah abang, Jakarta.
Setelah Word War I, pengusaha batik adalah karyawan Cina yang berasal dari Pekalongan, Yogya, Solo, serta tenaga kerja lokal. Selanjutnya, setelah mempertimbangkan proses-nya, asal penduduk menyiapkan batik Perusahaan pola dan proses yang telah disesuaikan oleh Pekalongan, Yogya, Solo, dan Banyumas batik. Komoditi batik yang digunakan adalah produk tenun diri juga sebagai obat-obatan, yang terbuat dari bengkudu, kayu, dll kunir dasar kain katun halus menjadi terkenal dan distribusi berada di pasar Tanah Abang pasar dan sekitarnya. Selain itu, batik yang menyebar di beberapa bagian kota: Padang, Sumatera Barat, dan daerah lainnya dari Jawa.
Pada akhir Perang Dunia I, Sumatera Barat adalah salah satu pelanggan batik dari Pekalongan, Solo dan Yogya. Namun, tangan-tenun Silungkang dan tenun plekat-wujud pertama dari orang lain.
Setelah Jepang, terdapat kekurangan stok batik di Padang sedangkan permintaan terus meningkat dari hari ke hari. Pelanggan memerintahkan untuk kegiatan mereka sehari-hari. Ada yang serius yang disebabkan oleh konflik antara Sumatera dan Jawa serta blockades Belanda. Terkait dengan hal ini, para pedagang batik itu mencoba untuk memproduksi sendiri batik. Dengan memiliki produk sendiri dan melaksanakan penelitian canggih batik dari luar Jawa, mereka mengambil pola dan diterapkan dalam kayu sebagai alat cap. Batik sendiri obat yang digunakan adalah produk yang terbuat dari berbagai tanaman: bengkudu, kunyit, gambir, damar dll White memiliki latar belakang yang diambil dari bekas / second hand satu tangan dan produk tenun.
Dalam 1946, perusahaan pertama yang muncul di wilayah sampan, Padang Pariaman: Bagindo Idris, Sidi, Ali, Sidi Zokaria, Sutan Salim, Sutan Syamsudin dan Payakumbuh. Dalam 1948, ia muncul Sir Waslim (dari Pekalongan) dan Sutan Rajab. Pada tahun 1949 kebanyakan mereka menyiapkan Batik Perusahaan menggunakan bahan yang dibuat di Singapura melalui pelabuhan Padang dan Pekanbaru. Setelah buka kerja sama dengan Jawa, bahkan mereka tidak dapat menjalankan bisnis mereka. Sebagian besar dari Padang batik telah hitam, kuning, merah dan warna ungu. Mereka digunakan Banyumasan, Indramayu, Yogya, Solo dan pola. Saat ini, pola yang lebih baik dari sebelumnya. Namun, jauh lebih buruk daripada yang di Jawa. Yang digunakan adalah alat stempel yang terbuat dari logam dan sebagian besar dari produksi yang sarung.

Perbedaan Batik Pekalongan dengan batik daerah lain, misalnya Batik Solo atau Batik Yogyakarta.

Batik Pekalongan yang sering dikenal dengan batik pesisiran mempunyai karakter dinamis dan kaya warna, sehingga Batik Pekalongan lebih mudah dirancang menjadi berbagai jenis sandang yang tidak hanya cocok untuk acara resepsi, tapi juga untuk acara hiburan. Dalam menentukan bentuk motif lebih bebas dan tidak terpaku pakem, dan biasanya dihubungkan dengan kondisi sosial kultural masyarakat Pekalongan.

Sedangkan Batik Solo maupun Yogyakarta yang sering dikenal dengan Batik Mataram itu sangat sederhana dalam pewarnaan. Warna yang sering dipakai adalah biru, kuning muda dan putih. Motif Batik Solo maupun Yogyakarta banyak mengandung arti filosofi dan sarat dengan makna kehidupan.

Pengelompokan Batik berdasarkan metode pembuatannya
Pengelompokan Batik berdasarkan metode pembuatannya adalah sebagai berikut :
a. Batik tulis
yaitu batik yang motifnya dibentuk dengan tangan, yaitu digambar dengan pensil dan canting untuk penutup atau pelindung terhadap zat warna (lihat cara membuat batik tulis).
b. Batik cap
yaitu batik yang pembuatan motifnya menggunakan stempel (canting-cap). Cap ini biasanya terbuat dari tembaga yang telah digambar pola dan dibubuhi malam (cairan lilin panas).
c. Batik tulis-Cap
yaitu batik proses pembikinannya menggunakan pola model batik tulis dan juga ada beberapa bagian yang diisi oleh cap.
d. Batik sablon
yaitu batik yang motifnya dicetak dengan klise / hand print.
e. Batik painting (Lukisan)
yaitu batik yang dibuat tanpa pola, tetapi langsung meramu warna di atas kain.
f. Batik printing (baca : kain bermotif batik)
yaitu batik yang penggambarannya menggunakan mesin. Jenis batik ini dapat diproduksi dalam jumlah besar karena menggunakan mesin modern. Kemunculan batik printing dipertanyakan oleh beberapa seniman dan pengrajin batik karena dianggap merusak tatanan dalam seni batik, sehingga mereka lebih suka menyebutnya kain bermotif batik.
Perbedaan Batik Tulis dan Batik Cap
Perkembangan batik pada masa sekarang cukup menggembirakan, hal ini berdampak positif bagi produsen batik-batik di berbagai daerah. Permintaan batik tulis maupun batik cap sangat tinggi sekali, walaupun kebutuhan pasar batik tersebut sebagian sudah dipenuhi dengan tekstil bermotif batik yang diproduksi oleh perusahaan-perusahaan tekstil yang bermodal besar. Beberapa pengrajin batik menghendaki untuk pembayaran di muka agar produksinya bisa lancar dan pembeli akan segera menerima pesanan yang diminta, hal ini mengingatkan pada masa tahun 70-an dimana pada waktu itu batik juga mengalami permintaan yang cukup lumayan jumlahnya.

Perbedaan batik tulis dan batik cap bisa dilihat dari beberapa hal sbb:

Batik Tulis

1. Dikerjakan dengan menggunakan canting yaitu alat yang terbuat dari tembaga yang dibentuk bisa menampung malam (lilin batik) dengan memiliki ujung berupa saluran/pipa kecil untuk keluarnya malam dalam membentuk gambar awal pada permukaan kain.
2. Bentuk gambar/desain pada batik tulis tidak ada pengulangan yang jelas, sehingga gambar nampak bisa lebih luwes dengan ukuran garis motif yang relatif bisa lebih kecil dibandingkan dengan batik cap.
3. Gambar batik tulis bisa dilihat pada kedua sisi kain nampak lebih rata (tembus bolak-balik) khusus bagi batik tulis yang halus.
4. Warna dasar kain biasanya lebih muda dibandingkan dengan warna pada goresan motif (batik tulis putihan/tembokan).
5. Setiap potongan gambar (ragam hias) yang diulang pada lembar kain biasanya tidak akan pernah sama bentuk dan ukurannya. Berbeda dengan batik cap yang kemungkinannya bisa sama persis antara gambar yang satu dengan gambar lainnya.
6. Waktu yang dibutuhkan untuk pembuatan batik tulis relatif lebih lama (2 atau 3 kali lebih lama) dibandingkan dengan pembuatan batik cap. Pengerjaan batik tulis yang halus bisa memakan waktu 3 hingga 6 bulan lamanya.
7. Alat kerja berupa canting harganya relatif lebih murah berkisar Rp. 10.000,- hingga Rp. 20.000,-/pcs.
8. Harga jual batik tulis relatif lebih mahal, dikarenakan dari sisi kualitas biasanya lebih bagus, mewah dan unik.

Batik Cap

1. Dikerjakan dengan menggunakan cap (alat yang terbuat dari tembaga yang dibentuk sesuai dengan gambar atau motif yang dikehendaki). Untuk pembuatan satu gagang cap batik dengan dimensi panjang dan lebar : 20 cm X 20 cm dibutuhkan waktu rata-rata 2 minggu.
2. Bentuk gambar/desain pada batik cap selalu ada pengulangan yang jelas, sehingga gambar nampak berulang dengan bentuk yang sama, dengan ukuran garis motif relatif lebih besar dibandingkan dengan batik tulis.
3. Gambar batik cap biasanya tidak tembus pada kedua sisi kain.
4. Warna dasar kain biasanya lebih tua dibandingkan dengan warna pada goresan motifnya. Hal ini disebabkan batik cap tidak melakukan penutupan pada bagian dasar motif yang lebih rumit seperti halnya yang biasa dilakukan pada proses batik tulis. Korelasinya yaitu dengan mengejar harga jual yang lebih murah dan waktu produksi yang lebih cepat. Waktu yang dibutuhkan untuk sehelai kain batik cap berkisar 1 hingga 3 minggu.
5. Untuk membuat batik cap yang beragam motif, maka diperlukan banyak cap. Sementara harga cap batik relatif lebih mahal dari canting. Untuk harga cap batik pada kondisi sekarang dengan ukuran 20 cm X 20 cm berkisar Rp. 350.000,- hingga Rp. 700.000,-/motif. Sehingga dari sisi modal awal batik cap relatif lebih mahal.
6. Jangka waktu pemakaian cap batik dalam kondisi yang baik bisa mencapai 5 tahun hingga 10 tahun, dengan catatan tidak rusak. Pengulangan cap batik tembaga untuk pemakainnya hampir tidak terbatas.
7. Harga jual batik cap relatif lebih murah dibandingkan dengan batik tulis, dikarenakan biasanya jumlahnya banyak dan miliki kesamaan satu dan lainnya tidak unik, tidak istimewa dan kurang eksklusif.

Disamping adanya perbedaan dari sisi visual antara batik tulis dan batik cap, namun dari sisi produksi ada beberapa kesamaan yang harus dilalui dalam pengerjaan keduanya. Diantaranya adalah sbb:

* Keduanya sama-sama bisa dikatakan kain batik, dikarenakan dikerjakan dengan menggunakan bahan lilin sebagai media perintang warna.
* Dikerjakan hampir oleh tangan manusia untuk membuat gambar dan proses pengerjaan buka tutup warnanya.
* Bahan yang digunakannya juga sama berupa bahan dasar kain yang berwarna putih, dan tidak harus dibedakan jenis bahan dasar benangnya (katun atau sutra) atau bentuk tenunannya.
* Penggunaan bahan-bahan pewarna serta memproses warnanya sama, tidak ada perbedaan anatara batik tulis dan batik cap.
* Cara menentukan lay-out atau patron dan juga bentuk-bentuk motif boleh sama diantara keduanya. Sehingga ketika keduanya dijahit untuk dibuat busana tidak ada perbedaan bagi perancang busana atau penjahitnya. Yang membedakan hanya kualitas gambarnya saja.
* Cara merawat kain batik (menyimpan, menyuci dan menggunakannya) sama sekali tidak ada perbedaan.
* Untuk membuat keduanya diperlukan gambar awal atau sket dasar untuk memudahkan dan mengetahui bentuk motif yang akan terjadi



Alat dan Bahan Pembuatan Batik
Meskipun bentuk seni batik sangat rumit, alat yang digunakan masih sangat sederhana. Yang canting, diyakini menjadi murni Jawa invensi, adalah kecil tipis dinding spouted tembaga kontainer (kadang-kadang disebut lilin pena) yang terhubung ke singkat menangani bambu. Biasanya adalah sekitar 11 cm. panjang. Tembaga kontainer diisi dengan melted wax Artisan dan kemudian menggunakan canting untuk menggambar desain pada kain.
1. Canting




Canting memiliki berbagai ukuran spouts (ke nomor sesuai dengan ukuran) untuk mencapai efek beragam desain. Tergadai dapat bervariasi dari 1 mm untuk diameter rinci sangat baik untuk bekerja lebih luas spouts digunakan untuk mengisi bidang desain besar. Titik dan garis paralel dapat diambil dengan canting yang memiliki hingga 9 spouts. Kadang-kadang menggumpal dari kapas adalah kunci melalui mulut atau canting yang dilampirkan tongkat yang bertindak sebagai sikat untuk mengisi di daerah sangat besar.
2. Wajan
Wajan yang merupakan wadah yang memegang melted wax. Sepertinya kecil bajan. Biasanya itu yang terbuat dari besi atau tanah. Wajan yang ditempatkan pada sebuah batu bata kecil atau kompor arang pembakar semangat yang disebut 'Anglo'. Lilin yang disimpan di negara melted sementara Artisan adalah penerapan lilin pada kain.
3. Lilin
Berbagai jenis dan kualitas dari lilin yang digunakan dalam batik. Waxes umum digunakan untuk batik terdiri dari campuran melilini, digunakan untuk sifat lunak, dan minyak tanah, yang digunakan untuk kegemburan. Resins dapat ditambahkan untuk meningkatkan kerekatan dan hewan Fats menciptakan likuiditas yang lebih besar.
Waxes yang terbaik di Indonesia berasal dari pulau Timor, Sumbawa dan Sumatra; tiga jenis minyak bumi berbasis parafin (putih, kuning dan hitam) digunakan. Dicampur dengan jumlah yang diukur dalam gram dan bervariasi sesuai dengan desain. Wax recipes dapat menjaga rahasia sangat erat. Berbagai warna lilin memungkinkan untuk menyamarkan bagian yang berbeda pola mati melalui berbagai tahapan. Lebih besar dari wilayah yang telah diisi pola dengan lilin yang lebih murah dan kualitas yang lebih berkualitas lilin digunakan di lebih rinci intricately bagian desain.
Lilin yang harus disimpan pada suhu. J lilin yang terlalu dingin akan menyumbat tergadai dari canting. J lilin yang terlalu panas akan mengalir terlalu cepat dan tak terkendali. Artisan yang akan meniup sering menjadi tergadai dari canting lilin sebelum mendaftar ke kain untuk menghapus segala hambatan canting.
4. Cap
Membuat batik sangat memakan waktu kerajinan. Berkembang untuk memenuhi tuntutan dan membuat kain lebih terjangkau massa, pada pertengahan abad ke-19 yang. cap. (cap tembaga - pronounced memotong) telah dikembangkan. Temuan ini diaktifkan yang lebih tinggi volume produksi batik dibandingkan dengan metode tradisional yang entailed aplikasi yang membosankan dari lilin oleh tangan dengan canting.
Setiap cap tembaga blok adalah yang membuat suatu desain unit. Cap yang terbuat dari tembaga 1,5 cm lebar garis yang bengkok ke dalam bentuk desain. Potongan-potongan kecil kawat digunakan untuk titik-titik. Ketika selesai, pola strip tembaga terpasang ke menangani.
Cap yang harus dilakukan tepat. Hal ini terutama benar jika pola yang akan dicap di kedua sisi kain. Adalah penting bahwa kedua sisi topi yang identik sehingga pola akan konsisten.
Kadang-kadang ada cap lasan antara dua grids seperti potongan-potongan tembaga yang akan membuat dasar untuk bagian atas dan tutup dengan lilin theApplying bawah. Blok di potong setengah di pusat sehingga pola pada masing-masing setengah identik. Cap berbeda dalam ukuran dan bentuk, tergantung pada pola yang diperlukan untuk mereka. Hal ini jarang bahwa cap akan melebihi diameter 24 cm, karena hal ini akan membuat penanganan terlalu sulit.
Laki-laki biasanya menangani aplikasi yang menggunakan lilin cap. J potong kain yang melibatkan rumit desain dapat memerlukan sebanyak sepuluh set cap. Penggunaan topi, karena bertentangan dengan canting, untuk menerapkan lilin telah mengurangi jumlah waktu untuk membuat kain.
Saat ini, batik kualitas didefinisikan oleh cap atau tulis, yang berarti kedua tangan-larut desain yang menggunakan canting, atau kombinasi, gabungan dari dua teknik.


5. Warna
Warna tradisional Jawa Tengah batik dibuat dari bahan alami dan terdiri terutama dari krem, biru, coklat dan hitam.
Tertua warna yang digunakan dalam pembuatan batik tradisional adalah biru. Warna dibuat dari daun tanaman dari Indigo. Daun yang telah dicampur dengan gula dan tetes limau dan kiri untuk berdiri di malam hari. Kadang-kadang getah dari Tinggi pohon telah ditambahkan untuk bertindak sebagai agen pemasangan. Lighter biru telah dicapai oleh meninggalkan kain di celup mandi untuk jangka waktu yang singkat. Untuk warna gelap, kain yang akan di celup kiri mandi selama berhari-hari dan mungkin telah terendam hingga 8 - 10 kali sehari.
Dalam batik tradisional, yang kedua warna diterapkan adalah disebut warna coklat soga. Warna bisa mulai dari lampu kuning ke coklat gelap. Celup yang berasal dari kulit yang Soga pohon. Warna lain yang biasanya digunakan adalah warna merah gelap disebut mengkuda. Celup ini dibuat dari daun yang Morinda Citrifolia.
Final hue tergantung berapa lama dengan kain yang kebasahan di mandi celup dan seberapa sering ia dipped. Skilled artisans dapat membuat banyak variasi warna tradisional ini. Selain biru, hijau akan dicapai oleh pencampuran biru dengan kuning; ungu telah diperoleh oleh pencampuran warna biru dan merah. Soga coklat yang dicampur dengan warna biru tua gelap akan menghasilkan warna biru-hitam.

Proses Pembuatan Batik
Teknik pembuatan batik pada awalnya adalah batik tulis dan alat yang digunakan pertama kali adalah canting tulis dari bambu yang kemudian berkembang/diketemukannya canting tulis dari tembaga. Tahapan proses pembuatan batik sebagai berikut:
1) Ngelowong Yaitu menggambari kain dengan lilin, baik menggunakan canthing tangan atau cap (stempel), sifat lilin yang digunakan dalam proses ini harus cukup kuat dan renyah supaya lilin mudah dilepaskan dengan cara dikerok, karena bekas gambar dari lilin ini nantinya akan diberi warna coklat (soga).
2) Nembok Proses ini hampir sama dengan ngelowong tetapi lilin yang digunakan lebih kuat karena lilin ini dimaksudkan untuk menahan warna biru (indigo) dan coklat (soga) agar tidak menembus kain. Bedanya dengan ngelowong adalah nembok untuk menahan warna, sedangkan ngelowong untuk menggambar dan menjadi tempat warna coklat setelah dikerok.
3) Wedelan / Celupan.Tahap ini untuk memberi warna biru dengan menggunakan indigo yang disesuaikan dengan tingkat warna yang dikehendaki. Pada waktu dahulu dengan menggunakan indigo alami dan proses ini berlangsung lebih dari satu minggu untuk warna biru yang lebih tua. Kemudian setelah ada indigo pasta/puder warna biru dapat diperoleh hanya dalam waktu 1-2 hari. Setelah tahun 1965, sedikit sekali orang memakai indigo. Untuk memperoleh warna biru biasanya menggunakan warna kimia yang lebih cepat seperti naphtol, dengan warna naphtol dapat mempercepat proses hanya beberapa menit.
4) Ngerok :Yaitu menghilangkan lilin klowongan untuk tempat warna coklat, pekerjaan ini dilakukan dengan menggunakan potongan kaleng dengan lebar 3 cm,panjang 30 cm yang ditajamkan sebelah lalu dilipat menjadi dua, alat ini disebut cawuk.
5) MbironiKain setelah dikerok pada bagian-bagian yang diinginkan tetap berwarna biru dan putih (cecek/titik-titik), perlu ditutup dengan lilin menggunakan canthing tulis/biron. Hal ini dimaksudkan agar bagian tersebut tidak kemasukan soga apabila disoga.
6) NyogaKain yang telah dibironi lalu diberi warna coklat (disoga) dengan ekstrak pewarna yang terbuat dari kulit kayu, soga, tingi, tegeran, dan lain lain (zat warna alam). Kain tersebut dicelup dalam bak pewarna hingga basah seluruhnya kemudian ditiris hingga kering. Proses ini diulang –ulang hingga sampai mendapatkan warna coklat yang diinginkan. Untuk warna tua sekali proses ini dapat memakan waktu 2 minggu. Jika mnenggunakan pewarna kimia (zat warna sintetis) proses ini dapat selesai dalam waktu satu hari.
7) Mbabar / Ngebyok / NglorodTahap ini untuk membersihkan seluruh lilin yang masih ada di kain dengan cara dimasak dalam air mendidih dengan ditambah air tapioca encer atau TRO agar lilin tidak melekat kembali ke kain
Cara Membuat Batik
Berikut ini adalah alat dan bahan yang harus disiapkan untuk membuat batik tulis :
o Kain mori (bisa terbuat dari sutra atau katun)
o Canting sebagai alat pembentuk motif,
o Gawangan (tempat untuk m enyampirkan kain)
o Lilin (malam) yang dicairkan
o Panci dan kompor kecil untuk memanaskan
o Larutan pewarna
Adapun tahapan-tahapan dalam proses pembutan batik tulis ini:
1. Langkah pertama adalah membuat desain batik yang biasa disebut molani. Dalam penentuan motif, biasanya tiap orang memiliki selera berbeda-beda. Ada yang lebih suka untuk membuat motif sendiri, namun yang lain lebih memilih untuk mengikuti motif-motif umum yang telah ada. Motif yang kerap dipakai di Indonesia sendiri adalah batik yang terbagi menjadi 2 : batik klasik, yang banyak bermain dengan simbol-simbol, dan batik pesisiran dengan ciri khas natural seperti gambar bunga dan kupu-kupu. Membuat design atau motif ini dapat menggunakan pensil.
2. Setelah selesai melakukan molani, langkah kedua adalah melukis dengan (lilin) malam menggunakan canting (dikandangi/dicantangi) dengan mengikuti pola tersebut.
3. Tahap selanjutnya, menutupi dengan lilin malam bagian-bagian yang akan tetap berwarna putih (tidak berwarna). Canting untuk bagian halus, atau kuas untuk bagian berukuran besar. Tujuannya adalah supaya saat pencelupan bahan kedalam larutan pewarna, bagian yang diberi lapisan lilin tidak terkena.
4. Tahap berikutnya, proses pewarnaan pertama pada bagian yang tidak tertutup oleh lilin dengan mencelupkan kain tersebut pada warna tertentu .
5. Setelah dicelupkan, kain tersebut di jemur dan dikeringkan.
6. Setelah kering, kembali melakukan proses pembatikan yaitu melukis dengan lilin malam menggunakan canting untuk menutup bagian yang akan tetap dipertahankan pada pewarnaan yang pertama.
7. Kemudian, dilanjutkan dengan proses pencelupan warna yang kedua.
8. Proses berikutnya, menghilangkan lilin malam dari kain tersebut dengan cara meletakkan kain tersebut dengan air panas diatas tungku.
9. Setelah kain bersih dari lilin dan kering, dapat dilakukan kembali proses pembatikan dengan penutupan lilin (menggunakan alat canting)untuk menahan warna pertama dan kedua.
10. Proses membuka dan menutup lilin malam dapat dilakukan berulangkali sesuai dengan banyaknya warna dan kompleksitas motif yang diinginkan.
11. Proses selanjutnya adalah nglorot, dimana kain yang telah berubah warna direbus air panas. Tujuannya adalah untuk menghilangkan lapisan lilin, sehingga motif yang telah digambar sebelumnya terlihat jelas. Anda tidak perlu kuatir, pencelupan ini tidak akan membuat motif yang telah Anda gambar terkena warna, karena bagian atas kain tersebut masih diselimuti lapisan tipis (lilin tidak sepenuhnya luntur). Setelah selesai, maka batik tersebut telah siap untuk digunakan.
12. Proses terakhir adalah mencuci kain batik tersebut dan kemudian mengeringkannya dengan menjemurnya sebelum dapat digunakan dan dipakai.
Alat dan Bahan Pembuatan Batik Tulis
Batik Tulis merupakan batik yang spesial dan mahal dibanding jenis batik yang lain, karena didalam pembuatan batik ini sangat diperlukan keahlian serta pengalaman, ketelitian, kesabaran, ketekunan, ketelatenan dan juga waktu yang lama untuk menyelesaikan sebuah batik tulis. Untuk sebuah batik tulis paling cepat dapat diselesaikan selama dua sampai tiga minggu oleh seorang pembatik, itupun dikarenakan cuaca yang cerah dan desain motif yang biasa dan juga tidak terlalu rumit.
Berikut ini adalah alat dan bahan yang harus disiapkan untuk membuat batik tulis :
1. Kain Mori
Biasa terbuat dari katun atau sutra yang mempunyai warna dasar putih.
2. Canting sebagai alat pembentuk motif
Terbuat dari tembaga yang dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat menampung lilin dan di ujung belakangnya disambung dengan sebuah bambu kecil yang digunakan sebagai pegangan sehingga canting dapat digunakan untuk melukis pada sebuah kain mori.
3. Gawangan dan Bandul
Gawangan terbuat dari bambu atau kayu yang diujung kiri dan kanannya dikasih kaki dari bahan bambu/kayu juga sehingga membentuk sebuah gawang yang berfungsi untuk menyampirkan kain mori tatkala mau dilukis dengan canting dan fungsi bandul disini untuk memberi pemberat supaya kain tidak terbang ketika terkena angin.
4. Lilin atau Malam
Lilin adalah malam yang dicairkan yang digunakan untuk melukis pada sebuah kain mori yang bertujuan untuk menutup kain mori sesuai motif yang diinginkan agar tidak terkena pewarna pada saat kain mori diwarnai sehingga kain yang tertutup lilin akan membentuk motif yang diinginkan pada saat lilin dihilangkan..
5. Panci dan kompor kecil untuk memanaskan lilin (malam)
Panci biasanya terbuat dari bahan aluminium dan kompor kecil berbahan bakar minyak tanah, karena minyak tanah sekarang langka bisa diganti kompor LPG kecil atau kalau mau kembali ke masa lalu memakai kayu bakar.
6. Larutan pewarna
Larutan pewarna bisa berasal dari sintetis atau alami yang berasal dari tumbuh - tumbuhan.
Adapun tahapan-tahapan dalam proses pembutan batik tulis adalah sebagai berikut :
1. Langkah pertama adalah membuat desain atau motif batik yang biasa disebut “molani”. Dalam penentuan motif, biasanya tiap orang memiliki selera berbeda-beda. Ada yang lebih suka untuk membuat motif sendiri, namun yang lain lebih memilih untuk mengikuti motif-motif umum yang telah ada. Motif yang kerap dipakai di Indonesia sendiri adalah batik yang terbagi menjadi 2 : batik klasik, yang banyak bermain dengan simbol-simbol, dan batik pesisiran dengan ciri khas natural seperti gambar bunga, burung dan kupu-kupu. Membuat design atau motif ini dapat menggunakan pensil atau menggunakan kertas yang sudah ada gambar polanya kemudian ditempel dengan kain mori dan caranya diterawang untuk melakukan proses selanjutnya.
2. Setelah selesai melakukan molani, langkah kedua adalah melukis dengan lilin (malam) menggunakan canting dengan mengikuti pola tersebut, pada proses ini gawangan dipakai untuk menyampirkan kain mori yang sedang dilukis menggunakan canting, proses ini biasa disebut “ngengkreng” yang artinya melukis lilin ke kain untuk yang pertama kalinya.
3. Proses selanjutnya mengisi motif atau ornamen-ornamen yang telah dibuat pada proses sebelumnya, proses ini biasa disebut “isen-isen”,isen-isen dapat dibedakan dua jenis yaitu “cecek” dan “sawut”, yang dimaksud cecek adalah titik-titik kecil yang membentuk sebuah ornamen dan sawut adalah garis yang diulang-ulang untuk menutup sebuah ornamen yang nantinya akan diwarna sogan (coklat gosong).
4. Tahap selanjutnya, menutupi dengan lilin (malam) pada bagian-bagian yang akan tetap berwarna putih (tidak berwarna), proses ini biasa disebut “nembok”. Canting untuk bagian halus, atau kuas untuk bagian berukuran besar (penggunaan kuas untuk mempercepat proses). Tujuannya adalah supaya saat pencelupan bahan kedalam larutan pewarna, bagian yang diberi lapisan lilin tidak terkena.
5. Tahap berikutnya adalah proses “medhel”, proses ini adalah pewarnaan pertama pada bagian yang tidak tertutup oleh lilin dengan mencelupkan kain tersebut pada warna biru tua.
6. Setelah selesai dicelupkan, kain tersebut di jemur dan dikeringkan (pengeringan cukup diangin-anginkan di tempat yang teduh tidak terkena sinar matahari langsung).
7. Setelah proses diatas selesai kemudian dilakukan proses “ngerok” dan “ngremok”, yang dimaksud ngerok adalah proses pengerokan pada ornamen sawut yang nantinya dilakukan pewarnaan sogan dengan menggunakan pisau atau benda logam yang ujungnya tipis dan agak tajam, kemudian dilanjutkan proses ngremok yaitu mengucek atau mencuci bagian yang telah dikerok agar bersih dari lilin.
8. Setelah kering, kembali melakukan proses pembatikan yaitu melukis dengan lilin (malam) menggunakan canting untuk menutup bagian ornamen cecek dan ornamen lain yang akan tetap dipertahankan pada pewarnaan yang pertama, proses ini biasa disebut “mbironi” yang artinya menutup untuk mempertahankan warna biru.
9. Setelah selesai proses mbironi kemudian dilanjutkan dengan proses “nyoga”pada proses ini dilakukan pencelupan warna sogan yaitu warna coklat tua atau coklat gosong, pada proses ini ornamen sawut dan ornamen yang tidak ditutup dengan lilin yang akan berwarna sogan.
10. Proses berikutnya, menghilangkan lilin (malam) dari kain tersebut dengan cara mencelupkan kain tersebut berulang kali ke dalam air panas diatas tungku sampai lilin benar-benar bersih tidak menempel pada kain, proses ini biasa disebut “nglorot” yang artinya meluruhkan atau menghilangkan lilin dari kain.
11. Setelah kain bersih dari lilin dan kering, dapat dilakukan kembali proses pembatikan dengan penutupan lilin (menggunakan alat canting)untuk menahan warna pertama dan kedua, apabila diinginkan penambahan warna sesuai kombinasi warna yang dibutuhkan. Proses membuka dan menutup lilin (malam) dapat dilakukan berulangkali sesuai dengan banyaknya warna dan kompleksitas motif yang diinginkan.
12. Proses selanjutnya atau proses terakhir adalah “nglorot” kembali, tujuannya adalah untuk menghilangkan lapisan lilin, sehingga motif yang telah digambar sebelumnya terlihat jelas. Proses terakhir adalah mencuci kain batik tersebut dan kemudian mengeringkannya dengan menjemurnya sebelum dapat digunakan dan dipakai.
Tips Merawat Batik
Agar warna batik berbahan sutra dan serat tidak cepat pudar, awet dan tetap tampak indah. Mencuci kain batik dengan menggunakan shampo rambut. Sebelumnya, larutkan dulu shampo hingga tak ada lagi bagian yang mengental. Setelah itu baru kain batik dicelupkan.

Anda juga bisa menggunakan sabun pencuci khusus untuk kain batik yang dijual di pasaran. Pada saat mencuci batik jangan digosok. Jangan pakai deterjen. Kalau batik tidak kotor cukup dicuci dengan air hangat. Sedangkan, kalau kotor, misalnya terkena noda makanan, bisa dihilangkan dengan sabun mandi atau bila kotor sekali, seperti terkena buangan knalpot, noda bisa dihilangkan dengan kulit jeruk dengan mengusapkan sabun atau kulit jeruk pada bagian yang kotor.

Sebaiknya Anda juga tidak menjemur kain batik di bawah sinar matahari langsung (tempat teduh). Kain batik jangan dicuci dengan menggunakan mesin cuci. Tak perlu memeras kain batik sebelum menjemurnya. Namun, pada saat menjemur, bagian tepi kain agak ditarik pelan-pelan supaya serat yang terlipat kembali seperti semula.

Sebaiknya hindari penyeterikaan. Kalaupun terlalu kusut, semprotkan air di atas kain kemudian letakkan sebuah alas kain di bagian atas batik itu baru diseterika. Jadi, yang diseterika adalah kain lain yang ditaruh di atas kain batik.

Disarankan untuk menyimpan batik dalam plastik agar tidak dimakan ngengat. Jangan diberi kapur barus, karena zat padat ini terlalu keras sehingga bisa merusak batik. Sebaiknya, almari tempat menyimpan batik diberi merica yang dibungkus dengan tisu untuk mengusir ngengat. Alternatif lain menggunakan akar wangi yang sebelumnya dicelup dulu ke dalam air panas, kemudian dijemur, lalu dicelup sekali lagi ke dalam air panas dan dijemur. Setelah akar wangi kering, baru digunakan

Anda sebaiknya juga tidak menyemprotkan parfum atau minyak wangi langsung ke kain atau pakaian berbahan batik sutera berpewarna alami.

Bila Anda ingin memberi pewangi dan pelembut kain pada batik tulis, jangan disemprotkan langsung pada kainnya. Sebelumnya, tutupi dulu kain dengan koran, baru semprotkan cairan pewangi dan pelembut kain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar